Bangga
sebagai Santri
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil
‘alamin. Tak terasa 2 tahun sudah saya bersama seluruh alumni tahun 2012 dilepas
dari yayasan pendidikan tercinta Raudlotul Ulum, untuk diberikan segala
tanggungjawab dalam menjalani hidup di masyarakat yg lebih luas. Selama itu lah
saya merindukan suasana pesantren Raudlotul Ulum dan seluruh komponennya.
Sebelumnya, melalui tulisan ini secara khusus saya ingin mengucapkan Jazakumullah khairan katsiran kepada
K.H. M. Najib Suyuthi, seluruh asatidz dan keluarga besar YPRU, terutama kepada tim redaksi Majalah Bangkit yang
telah membangkitkan rindu saya di masa-masa saya sebagai tim redaksi tiga tahun
silam.
Setelah enam atau tujuh tahun lamanya kita dididik,
diajarkan dan ditempa untuk menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa, dan
agama. Teringat oleh saya ketika awal masuk ke yayasan ini. Terlihat rangkaian
tulisan yang indah bertulis Selangkah
Lebih Maju dalam Ilmu Amali dan Amal Ilmi. Rangkaian kata yang singkat
namun banyak mengandung makna yang melekat, sebuah kalimat yang menuntut kita
mengetahui tujuan yang kita inginkan ketika awal kali menginjakkan kaki. Sebuah
keputusan yang sangat besar kala kita harus menyerahkan diri menjadi santri.
Dimana kita dituntut bisa untuk mempelajari ilmu duniawi dan ilmu surgawi, agar
kita paham bahwa hidup dalam dunia ini harus diimbangi. Orang yang berilmu
tetapi tidak mau mengamalkannya, maka ilmu tersebut tidak memberikan manfaat
apapun kepada orang lain. Begitu juga sebaliknya orang yang beramal tanpa
didasari dengan ilmu, maka amal yang dilakukannya tidaklah bernilai dan sia-sia
belaka. Singkat kata, ilmu harus diikuti dengan amal demikian pula sebaliknya,
amal harus didasarkan pada ilmu. Ilmu tanpa amal adalah kemandulan, sedangkan
amal tanpa ilmu adalah kesesatan.
Sungguh
sangat beruntung kita telah mengenyam pendidikan di Raudlotul Ulum, dimana
kurikulum yang diberikan memuat ilmu duniawi dan ukhrawi. Memang belum cukup
bisa dirasakan keuntungannya ketika kita masih di pesantren. Saya pribadi baru merasakan
manfaat yang sangat besar setelah hidup di masyarakat global, seperti yang
sering didawuhkan Pak Yai Najib
tentang degradasi moral di zaman ini, kita perlu membentengi diri kita dengan
benteng yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah arus globalisasi saat
ini.
Sebuah
kata mutiara mengatakan Nahkoda Handal
Tidak Dilahirkan di Lautan yang Tenang. Seseorang yang sejak kecilnya sudah
mulai dibiasakan dengan sesuatu yang keras, maka akan membiasakan dirinya untuk
terus berfikir dan beraktifitas. Segala rutinitas di YPRU dengan segala kedisiplinan
yang begitu ketat, serta dengan segala waktu istirahat yang sangat terbatas. Madrasah
telah mengajarkan miniatur kehidupan yang nyata, berusaha menjadikan para
santrinya menjadi insan yang berkualitas. Agar terbinanya insan akademik,
pencipta pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab. Sebuah sistem
yang akan mengatur diri dalam pencarian dan pembentukkan jati diri, agar kelak
nanti kita siap dan kuat dalam menjalani setiap rintangan yang dihadapi. Dulu
ketika saya masih di pesantren terbesit dalam benak saya, “Saya disiksa di sini!”. Namun seiring berjalannya waktu, begitu
juga meningkatnya kesadaran saya, ternyata saya tidak disiksa, tapi “saya sedang dibina di sini”. Karena pada
hakikatnya kita dibina untuk keluar dari zona
nyaman. Zona yang menghalangi kita untuk hidup lebih kuat dalam mencapai
kesuksesan dunia dan akhirat.
Mari
kita tingkatkan kesadaran kita sebagai santri. Sungguh patut berbangga menjadi
seorang santri. Sebagian besar alumni dari pondok pesantren mengaku lebih
bangga sebagai santri daripada sebagai mahasiswa ataupun pengusaha. Dawuh para
kiai YPRU, “Seorang santri harus berani. Tidak minderan.” “Santri itu tidak
boleh raisetan, harus multi-talent”.
Maksudnya bukan tidak boleh bermuka setan, tapi tidak boleh tidak bisa-nan.
Mari
kita buktikan pada dunia bahwa santri tidak bisa dipandang sebelah mata. Akhir
kata, semoga sebagai santri hidup kita akan sangat berguna bagi bangsa, negara,
dan agama. Amin.
Salam
hangat, Ikamaru Malang Raya
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Rifan
Herriyadi
Twitter:
@Rifanpecros
Posting Komentar