-->
Home » » Tombo Kangen: Majalah Bangkit

Tombo Kangen: Majalah Bangkit

Written By Lens@ Bulletin on 8 Jan 2015 | 07.37




Bangga sebagai Santri
 
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Tak terasa 2 tahun sudah saya bersama seluruh alumni tahun 2012 dilepas dari yayasan pendidikan tercinta Raudlotul Ulum, untuk diberikan segala tanggungjawab dalam menjalani hidup di masyarakat yg lebih luas. Selama itu lah saya merindukan suasana pesantren Raudlotul Ulum dan seluruh komponennya. Sebelumnya, melalui tulisan ini secara khusus saya ingin mengucapkan Jazakumullah khairan katsiran kepada K.H. M. Najib Suyuthi, seluruh asatidz dan keluarga besar YPRU, terutama  kepada tim redaksi Majalah Bangkit yang telah membangkitkan rindu saya di masa-masa saya sebagai tim redaksi tiga tahun silam.
                Setelah enam atau tujuh tahun lamanya kita dididik, diajarkan dan ditempa untuk menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama. Teringat oleh saya ketika awal masuk ke yayasan ini. Terlihat rangkaian tulisan yang indah bertulis Selangkah Lebih Maju dalam Ilmu Amali dan Amal Ilmi. Rangkaian kata yang singkat namun banyak mengandung makna yang melekat, sebuah kalimat yang menuntut kita mengetahui tujuan yang kita inginkan ketika awal kali menginjakkan kaki. Sebuah keputusan yang sangat besar kala kita harus menyerahkan diri menjadi santri. Dimana kita dituntut bisa untuk mempelajari ilmu duniawi dan ilmu surgawi, agar kita paham bahwa hidup dalam dunia ini harus diimbangi. Orang yang berilmu tetapi tidak mau mengamalkannya, maka ilmu tersebut tidak memberikan manfaat apapun kepada orang lain. Begitu juga sebaliknya orang yang beramal tanpa didasari dengan ilmu, maka amal yang dilakukannya tidaklah bernilai dan sia-sia belaka. Singkat kata, ilmu harus diikuti dengan amal demikian pula sebaliknya, amal harus didasarkan pada ilmu. Ilmu tanpa amal adalah kemandulan, sedangkan amal tanpa ilmu adalah kesesatan.
Sungguh sangat beruntung kita telah mengenyam pendidikan di Raudlotul Ulum, dimana kurikulum yang diberikan memuat ilmu duniawi dan ukhrawi. Memang belum cukup bisa dirasakan keuntungannya ketika kita masih di pesantren. Saya pribadi baru merasakan manfaat yang sangat besar setelah hidup di masyarakat global, seperti yang sering didawuhkan Pak Yai Najib tentang degradasi moral di zaman ini, kita perlu membentengi diri kita dengan benteng yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah arus globalisasi saat ini.
Sebuah kata mutiara mengatakan Nahkoda Handal Tidak Dilahirkan di Lautan yang Tenang. Seseorang yang sejak kecilnya sudah mulai dibiasakan dengan sesuatu yang keras, maka akan membiasakan dirinya untuk terus berfikir dan beraktifitas. Segala rutinitas di YPRU dengan segala kedisiplinan yang begitu ketat, serta dengan segala waktu istirahat yang sangat terbatas. Madrasah telah mengajarkan miniatur kehidupan yang nyata, berusaha menjadikan para santrinya menjadi insan yang berkualitas. Agar terbinanya insan akademik, pencipta pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab. Sebuah sistem yang akan mengatur diri dalam pencarian dan pembentukkan jati diri, agar kelak nanti kita siap dan kuat dalam menjalani setiap rintangan yang dihadapi. Dulu ketika saya masih di pesantren terbesit dalam benak saya, “Saya disiksa di sini!”. Namun seiring berjalannya waktu, begitu juga meningkatnya kesadaran saya, ternyata saya tidak disiksa, tapi “saya sedang dibina di sini”. Karena pada hakikatnya kita dibina untuk keluar dari zona nyaman. Zona yang menghalangi kita untuk hidup lebih kuat dalam mencapai kesuksesan dunia dan akhirat.
Mari kita tingkatkan kesadaran kita sebagai santri. Sungguh patut berbangga menjadi seorang santri. Sebagian besar alumni dari pondok pesantren mengaku lebih bangga sebagai santri daripada sebagai mahasiswa ataupun pengusaha. Dawuh para kiai YPRU, “Seorang santri harus berani. Tidak minderan.” “Santri itu tidak boleh raisetan, harus multi-talent”. Maksudnya bukan tidak boleh bermuka setan, tapi tidak boleh tidak bisa-nan. Mari kita buktikan pada dunia bahwa santri tidak bisa dipandang sebelah mata. Akhir kata, semoga sebagai santri hidup kita akan sangat berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Amin.
Salam hangat, Ikamaru Malang Raya
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Rifan Herriyadi
Twitter: @Rifanpecros
Bagikan Berita Ini :

Posting Komentar

 
Created by: Pecros.Com | Blog kocar kacir
Copyright © 2015. Rifan Herriyadi - All Rights Reserved